Thursday, June 5, 2014

Serangan Epifit dan Korelasinya Terhadap Penyakit Ice-ice pada Rumput Laut

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat, diantaranya Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) (Fibrianto 2007) karena mudah dibudidayakan dengan infestasi yang relatif kecil dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan ekonomi masyarakat pantai [Dirjenkanbud 2005]. Usaha budidaya rumput laut berpotensi meningkatkan taraf hidup nelayan, tetapi pada musim tertentu budidaya rumput laut mengalami masa yang kurang menguntungkan karena serangan penyakit (Sulu 2003).

Permasalahan utama pada budidaya komersial adalah penyakit yang dikenal sebagai "ice-ice" yang menyebabkan pemutihan jaringan dan fragmentasi talus (Loureiro 2010) serta "serangan epifit" (ganggang merah berfilamen) (Varaippan 2006). Ice-ice merupakan penyakit yang banyak menyerang tanaman rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1974 di Pilipina (Dirjenkanbud 1995). Penyakit ice-ice menginfeksi jaringan K. alvarezii selama stres. Biasanya jaringan akan mengalami bleaching dan menjadi nekrosis (Sulu 2003), dengan daya rusak relatif cepat sehingga sangat merugikan bagi pembudidaya, bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan usaha (Yulianto 2003). Serangan epifit bukan fenomena baru dalam budidaya rumput laut. Hal ini berlangsung sejak pemeliharaan rumput laut dilakukan dalam skala budidaya. Namun, sedikit yang diketahui dari agen penyebab, modus aksi dan faktor yang menyebabkan wabah (Varaippan 2006).

Awalnya, penyakit ice-ice dianggap sebagai penyakit tidak menular yang bisa dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti suhu yang ekstrim, radiasi, salinitas, bakteri patogen oportunistik, Vibrio sp. dan Cytophaga sp. Penyakit ice-ice mengarah pada penurunan yang signifikan dalam produksi rumput laut dan penurunan hasil karagenan. Jika dibandingkan dengan tanaman yang sehat berkisar 25 – 40%. Ice-ice juga menyebabkan penurunan terhadap kualitas karagenan, viskositas dan kekuatan gel pada talus yang terinfeksi (Tisera 2009). Di sisi lain, epifit adalah ganggang non parasit berbulu kecil yang menempel pada tanaman inang. Epifit yang tumbuh pada rumput akan menghambat sinar matahari sehingga menggangu proses fotosintesis. Serangan epifit juga berkorelasi dengan kejadian penyakit ice-ice, dimana bagian talus rumput laut yang terserang oleh epifit menjadi rentan terserang bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit ice-ice (Varaippan 2008).

Untuk lebih rincinya berikut ini akan diuraikan mengenai etiologi, anatomi makro dan anatomi mikro pada rumput laut yang terifeksi oleh penyakit ice-ice serta serangan epifit, sehingga dapat menjadi referensi dalam penelitian yang berkaitan dengan penyakit pada rumput laut khususnya jenis Kappaphycus alvarezii.

Etiologi
Penyakit ice-ice pertama kali ditemukan tahun 1974 pada tahap awal budidaya Kappaphycus alvarezii skala ekonomi di Filipina (Largo 1995a). Pemicunya dididuga faktor lingkungan yang kurang menguntungkan seperti salinitas serta stres (Largo 1995b). Terjadinya penyakit ice-ice bersifat musiman dan berkorelasi dengan perubahan angin monsun serta tingginya populasi bakteri yang ditemukan pada jaringan rumput laut yang terinfeksi ice-ice (Neish 2003). Largo (1995a,b) menunjukkan bahwa faktor abiotik (intensitas cahaya kurang dari 50 mikromol photon m2s, salinitas dibawah 20 ppt, dan suhu diatas 35oC, serta bakteri tertentu mampu menginduksi terjadinya ice-ice pada K. alvarezii yang dibudidayakan di perairan subtropis sebelah selatan Jepang.

Kasus ice-ice pada budidaya rumput laut dipicu oleh fluktuasi parameter kualitas air yang ekstrim (kadar garam, suhu air, bahan organik terlarut dan intensitas cahaya matahari). Pemicu lain adalah serangan hama seperti ikan baronang, penyu hijau, bulu babi dan bintang laut yang menyebabkan luka pada talus, sehingga mudah terinfeksi oleh mikroorganisme. Pada keadaan stress, rumput laut akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan talus berlendir dan merangsang bakteri tumbuh melimpah di sekitarnya. Pertumbuhan bakteri pada talus akan menyebabkan bagian talus menjadi putih dan rapuh. Selanjutnya, mudah patah, dan jaringan menjadi lunak yang menjadi ciri penyakit ice-ice. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara vertikal (dari bibit) atau horizontal melalui perantaraan air [KKP 2010].

Epiphytic filamentous algae/alga epifit berfilamen (EFA) tercatat sebagai masalah serius sejak awal budidaya K. alvarezii (Varaippan 2006). Vairappan (2008) melaporkan bahwa pecahnya EFA berkorelasi dengan perubahan drastis suhu air laut dan salinitas dari Maret sampai Juni dan September hingga November. Selain fluktuasi suhu dan salinitas, faktor fisik lain seperti level nutrien dan fotoperiod juga berperan penting dalam kelimpahan epifit di suatu areal (Varaippan 2006).

Anatomi Makro
·         Gejala klinis
Penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik atau bercak-bercak merah pada bagian talus yang lama kelamaan menjadi pucat dan berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya talus tersebut terputus. Gejala yang terlihat adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi putih, kemudian cabang talus menjadi putih dan membusuk [KKP 2005].

Serangan epifit pada K. alvarezii ditandai dengan munculnya bintik-bintik hitam kecil pada permukaan sel kutikula, kemudian menjadi epifit vegetatif  yang terasa kasar bila disentuh. Serangan epifit menyebab rumput laut menjadi rentan terhadap kerusakan talus dan serangan bakteri (Varaippan 2006).

·         Diagnose
Diagnosa penyakit pada rumput laut dapat dilakukan secara visual dan mikrobiologis [KKP 2010]. Untuk mendiagnosa penyakit rumput laut, lebih didasarkan pada pengalaman pribadi atau studi pustaka mengenai pertumbuhan dan faktor-faktor biotik yang mempengaruhi perkembangan rumput laut. Diagnosis visual terbatas karena gejala yang sama mungkin timbul dari agen yang berbeda, sebaliknya agen yang sama (terutama jika abiotik) dapat menyebabkan gejala yang berbeda terhadap alga yang berbeda (Largo 2002).

Hasil penelitian di Pulau Pari oleh Darmayanti (2001) yang mengisolasi bakteri dari rumput laut K. Alvarezii yang sehat maupun yang terinfeksi ice-ice mendapatkan jenis Aeromonas sp. dan Proteus sp. (golongan Vibrio). Largo (1995a) mendapatkan 10 strain bakteri, namun yang mengindikasikan penyebab penyakit ice-ice hanya 2 strain yaitu Cytophaga sp. P25 (kelompok ­Cytophaga-Flavobacterium) dan Vibrio sp. P11 (kelompok Vibrio-Aeromonas), dengan kepadatan bakteri 10 – 100 kali lebih banyak dibanding kepadatan bakteri pada K. alvarezii yang sehat.

Sedangkan hasil penelitian Varaippan (2006) menemukan epifit berupa algae merah jenis Neosiphonia savatieri (Hariot), sebagai epifit yang dominan menginfeksi rumput laut K. alvarezii (80-85%). Selain dari jenis N. savatieri, juga ditemukan epifit dari jenis Neosiphonia apiculata, Ceramium sp., Acanthophora sp. dan Centroceras sp. Largo (2002) menyebutkan jenis Polysiphonia dan diatom juga berperan sebagai epifit pada K. alvarezii.

·         Mekanisme infeksi
Mekanisme terinfeksinya rumput laut oleh bakteri penyebab penyakit ice-ice dijelaskan oleh Largo (1999), dimana bakteri vibrio menempel pada talus rumput laut yang stress, selanjutnya berkembang biak pada dinding sel dengan memanfaatkan polisakarida (karagenan) sebagai media atau sumber karbonnya. Setelah 2 – 3 hari, vibrio masuk ke dalam jaringan sampai lapisan medual dengan cara menghidrolisa enzim karagenan yang mengakibatkan warna talus menjadi pucat/putih, jaringannya lembek serta talus mudah putus (Weinberger 2007).

Epifit menyerang rumput laut dengan cara melekatkan diri pada basal menggunakan rhizoid primer atau rhizoid sekunder. Hasil penelitian Varaippan (2006) menunjukkan bahwa epifit jenis N. savatieri melekat menggunakan rhizoid yang mempunyai 2-4 cabang. Cabang horisontal yang melebihi 8-10 mm terlihat melekat pada rumput laut pada daerah yang berbeda melalui rhizoid sekunder. Epifit tersebut menyebabkan lesi ringan atau retak pada titik di mana epifit menginfeksi rumput laut.

Anatomi Mikro
Studi histologis yang dilakukan pada jaringan rumput laut ditemukan bahwa rhizoid dari epifit mampu untuk menembus ke dalam lapisan sel korteks rumput laut.

Untuk rumput laut yang terserang ice-ice, pendekatan dilakukan dengan menguji rumput laut jenis Gracilaria gracilis yang terserang penyakit (bleaching) dimana ciri-cirinya serupa dengan yang kejadian ice-ice pada K. alvarezii. Pada rumput laut G.gracilis ini dilakukan uji dengan menyuntikkan SSW (sterile seawater) sebagai kontrol, P. gracilis B9 yang diisolasi dari permukaan G. gracilis dan AagA untuk membuktikan bahwa penyakit rontok akibat bleaching pada G. gracilis disebabkan oleh infeksi bakteri. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel rumput laut yang disuntikkan dengan P. gracilis B9 dan AagA terjadi gangguan fibriliar komponen dari dinding sel dan mengalami bleaching. Selain itu pengujian dengan menggunakan P. gracilis B9 pada kondisi lingkungan tertentu juga menyebabkan adanya bleaching.

SIMPULAN
Penyakit pada rumput laut Kappaphycus alvarezii baik yang disebabkan oleh bakteri (penyakit ice-ice) maupun yang disebabkan oleh serangan epifit, seluruhnya dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (salinitas dan suhu) serta nutrien. Kedua penyakit tersebut saling berkorelasi, dimana serangan epifit ikut berperan dalam terjadinya penyakit ice-ice. Selain itu serangan kedua jenis penyakit tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan pada talus rumput laut K. alvarezii.

No comments:

Post a Comment