Thursday, August 14, 2014

Hormon Insulin dan Metabolisme Ikan

Insulin bekerja pada hati untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan pembentukan  glukosa 6 fosfat serta untuk mengaktifkan enzim glikogen sintetase. Pada jaringan adipose, glukosa diubah menjadi gliserol dan gliserol ini akan diesterefikasi dengan asam lemak bebas membentuk trigliserida. Sintetis lemak meningkat melalui peningkatan perangsangan sitrat lipase, asetil ko-A, karboksilase, asam lemak sintase dan gliserol 3 phosfat dehidrogenase. Pada otot, insulin merangsang pengambilan glukosa dan asam amino dan merangsang sintesis glikogen dan protein. Insulin juga mempunyai efek vasodilatori untuk meningkatkan aliran darah dan suplai nutrient ke otot.

Asam-asam amino bebas yang dibawa darah akan mengalami metabolisme pada dua arah yaitu anabolik dan katabolik. Arah anabolik adalah biosintesis protein-protein baru baik yang fungsional seperti hormone dan enzim maupun yang structural seperti pembentukan jaringan tubuh baru (pertumbuhan), dan penggantian jaringan yang rusak. Arah katabolik diawali dengan  deaminasi molekul-molekul asam amino yang kemudian digunakan untuk menghasilkan energi atau lipogenesis (M’Boy 2014). Pada ikan, sebagaimana pada mamalia, sintesis protein (khususnya pada otot) dan translokasi asam-asam amino dari hati ke otot dikontrol oleh insulin. Peran insulin pada ikan terutama pada metabolisme protein dan lemak, keterlibatan insulin dalam homoestasis glukosa mungkin hanya peran sekunder (Jobling 1994). Peningkatan asam amino dalam plasma setelah pemberian pakan akan merangsang sekresi insulin. Insulin yang disekresikan ini kemudian akan meningkatkan deposisi asam amino dalam sel dan penggabungannya ke dalam protein otot.

Glukosa hasil pencernaan karbohidrat diserap ke dalam aliran darah, dan selanjutnya akan digunakan untuk metabolisme. Metabolisme glukosa sangat dikontrol oleh hormon. Pada hewan-hewan endotermik, homeostatis glukosa darah dikontrol sangat baik. Homeostasis ini terutama dikontrol oleh insulin dan glukagon yang disekresikan oleh pankreas. Hormon-hormon tersebut juga terdapat pada ikan, tetapi homoestasi glukosa darah belum jelas. Insulin dan somatostatin menyebabkan penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia). Glukosa ini akan digunakan secara cepat pada jaringan atau diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hati. Jika insulin kurang, kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemia) dan metabolisme glukosa terganggu. Keadaan ini menyebabkan kondisi diabetik. Pada kondisi seperti ini glikogenesis dan lipogenesis juga akan terhambat. Kebutuhan energi akan disediakan melalui peningkatan glukoneogenesis dari lemak dan protein.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui respon pemberian glukosa, hormon insulin dan proses hiperglikemia pada beberapa ikan diantaranya ikan channel catfish (Wilson and Poe 1987; Ottolenghi et al. 1995), tilapia (Wright et al. 1998), chinook salmon (Mazur et al. 1992), rainbow trout (Harmon et al. 1991; Sol Novoa et al. 2004), mas, red seabream, dan yellowtail (Furuichi dan Yone, 1981). Penggunaan beberapa gula sederhana serta dekstrin pada level 1670 mg/kg ikan dalam pakan pada channel catfish mengakibatkan proses hiperglikemia setelah 6 jam pemberian pakan. Kondisi hiperglikemia juga ditemukan pada penambahan fruktosa, maltosa, sukrosa, dan dekstrin pada level yang sama (Wilson & Poe 1987).

Pemberian glukosa terhadap ikan nila melalui penyuntikan di perut (intra peritoneal) pada dosis 2000 mg/kg tubuh ikan menyebabkan kenaikan gula darah sampai jam ke-6 setelah penyuntikan. Kondisi ini bahkan terus berlanjut sampai lebih dari 6 jam pasca penyuntikan (Wright et al. 1998). Pemberian gula sederhana dalam pakan ikan chinnok salmon pada tingkat 1670 mg/kg pakan mengakibatkan hiperglikemia sampai lebih dari 36 jam dengan peningkatan insulin sampai 2 kali lipat dibandingkan pada saat kondisi normal (Mazur et al. 1992). Penggunaan pakan dengan kadar karbohidrat yang tinggi pada ikan rainbow trout mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah setelah 6-9 jam setelah pemberian pakan (M’Boy 2014). Kadar insulin dalam darah sudah meningkat sejak 3 jam  (24-27 ng/ml) setelah pemberian pakan dan terus menurun hingga 24 jam (12-17 ng/ml) setelah pemberian pakan. Peningkatan dan penurunan kadar insulin diikuti juga oleh peningkatan dan penurunan kadar glukagon dalam darah sehingga didapatkan kondisi normoglikemia dalam tubuh ikan (Novoa et al. 2004).

Namun ada hal menarik yang diperoleh Novoa et al. (2004) dimana pemberian level karbohidrat yang berbeda dalam pakan tidak mempengaruhi jumlah insulin yang dihasilkan. Pemberian karbohidrat dalam pakan (65-118 mg/g) tidak menghasilkan peningkatan insulin secara proporsional. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan toleransi glukosa pada beberapa jenis ikan. Perbedaan toleransi glukosa pada jenis ikan sangat dipengaruhi oleh tingginya sensitivitas dari somatostatin pada ikan dibandingkan pada mamalia sehingga menghambat sekresi insulin dan rendahnya respon sel B pada ikan terhadap perubahan glukosa dalam darah (Mazur et al. 1992). Penyebab lainnya adalah ketiadaan efek inkretin (proses stimulasi insulin terhadap keberadan glukosa pada waktu singkat) pada ikan seperti glucagon-like peptide (GLP) yang menghambat sekresi insulin pada ikan (Mojsov 2000).

Insulin, seperti hormon lainnya hanya berfungsi sebagai regulator dalam proses fisiologi dan biokimia dengan mengirimkan sinyal ke sel target. Insulin berikatan kuat dengan bagian reseptor sangat spesifik pada membran plasma jaringan dimana insulin bekerja. Insulin dapat melakukan sebagian besar fungsinya tanpa betul-betul masuk sel. Setelah insulin terikat pada reseptornya, dengan proteolisis membran glikoprotein menyebabkan pembebasan zat antara oligoglikopeptida kecil (berat molekul 1000-1500). Zat ini selanjutnya dilepaskan ke dalam sel dimana zat antara ini mengaktifkan defosforilasi protein

Berdasarkan mekanisme yang sudah diketahui sampai saat ini berarti insulin (dan juga glukagon) memiliki mekanisme yang kompleks dalam tubuh ikan. Bukan hanya melakukan regulasi terhadap glukosa tetapi juga terhadap asam-asam lemak dan asam-asam amino. Hasil penelitian  yang dilakukan Navarro et al. (2002) menunjukkan bahwa insulin ternyata lebih sensitif terhadap perubahan asam amino dibandingkan kadar glukosa dalam darah. Sel beta dari ikan-ikan salmonids merespon peningkatan kadar arginin dengan dosis 0,03-6 melalui peritoneal μmol/g mengakibatkan kenaikan kadar insulin 3-9 kali lipat dibandingkan pada kondisi normal, pada ikan mas penggunaan arginin meningkatkan kadar insulin 1,5 kali lipat, pada red sea  bream 2 kali lipat. Namun sampai sekarang, aksi arginin terhadap sekresi insulin masih belum jelas apakah aksi secara langsung ataukah tidak langsung. Hal ini disebabkan pemberian arginin juga menyebabkan sekresi glukagon-like peptide (GLP), somatostatin, dan hormon pertumbuhan (GH).

Insulin memiliki peran terhadap metabolisme lemak walaupun secara tidak langsung. Hasil penelitian Albalat et al. (2005) menunjukkan bahwa insulin memiliki peran secara tidak langsung pada metabolisme asam lemak. Insulin memberikan efek antilipolitik dan anabolik asam lemak. Pada ikan yang mengalami kondisi insulin dalam darah rendah maka meningkatkan aktivitas lipolitik di hati. Pada rainbow trout peningkatan konsentrasi hormon insulin dalam darah mengakibatkan penurunan mobilisasi lemak dan meningkatkan ”obesitas”. Albalat et al. (2005) lebih lanjut menyatakan bahwa belum ada model yang tepat yang mampu menjelaskan peran hormon dalam regulasi penyimpanan dan katabolisme lemak pada ikan.

No comments:

Post a Comment