Friday, August 22, 2014

Sekilas Tentang Polymerase Chain Reaction (PCR)


Polymerase Chain Reaction (PCR) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah reaksi bersantai polimerase merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, orang dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA (Anonim 2009). Erlich (1989) menyatakan bahwa PCR adalah sebuah metode in vitro yang digunakan untuk mensintesa sekuen DNA tertentu secara enzimatis dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridasi pita yang berlawanan dan mengapit daerah target DNA.

PCR menggunakan DNA polymerase yang heat-stable. PCR digunakan untuk menggandakan region untai DNA spesifik atau DNA target. Komponen dan reagen yang digunakan dalam PCR meliputi DNA template, primer, DNA polymerase (Taq polimerase), dNTP (deoxynucleoside triphosphate), larutan buffer, dan cation divalent. PCR bekerja dengan menggunakan prinsip siklus thermal (Yuwono 2006).

Metode PCR terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1) tahap denaturasi (denaturation) untuk memisahkan DNA menjadi utas tunggal (single strand) pada suhu 95oC, (2) tahap penempelan (annealing) merupakan proses penempelan primer DNA baru pada utas tunggal yang telah terpisah dan (3) tahap pengembangan (extension) yang merupakan proses pemanjangan utas DNA yang baru (Baker & Birt 2000). Metode PCR sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipat gandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Selain itu dengan menggunakan metode PCR, dapat diperoleh pelipat gandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5 X 10-19 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Mullis & Fallona 1989).

Keunggulan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 μg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 μl. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipat gandakan sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR (Yuwono 2006).

Sekuens primer DNA merupakan faktor kunci yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu PCR, karena primer ini sebagai awal dimulainya proses amplifikasi DNA. Jika primer langsung menempel pada susunan basa nukleotida pada sekuens DNA, maka proses berikutnya akan mudah bekerja dengan baik. umumnya suatu primer DNA memiliki panjang antara 20-24 pasangan basa (basepairs), baik primer yang berukuran panjang atau pendek keduanya umum digunakan dalam proses PCR (Baker & Birt 2000). Primer DNA yang digunakan sebaiknya memiliki kesamaan sekuens atau spesifik dengan target template DNA.

No comments:

Post a Comment