Polymerase
Chain Reaction (PCR) atau dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah reaksi bersantai polimerase merupakan suatu teknik atau
metode perbanyakan (replikasi) DNA
secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, orang dapat
menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA (Anonim 2009). Erlich (1989) menyatakan
bahwa PCR adalah sebuah metode in vitro yang digunakan untuk mensintesa
sekuen DNA tertentu secara enzimatis dengan menggunakan dua primer
oligonukleotida yang menghibridasi pita yang berlawanan dan mengapit daerah
target DNA.
PCR
menggunakan DNA polymerase yang heat-stable. PCR digunakan untuk
menggandakan region untai DNA spesifik atau DNA target. Komponen dan reagen
yang digunakan dalam PCR meliputi DNA template, primer, DNA polymerase (Taq
polimerase), dNTP (deoxynucleoside triphosphate), larutan buffer,
dan cation divalent. PCR bekerja dengan menggunakan prinsip siklus thermal
(Yuwono 2006).
Metode
PCR terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1) tahap denaturasi (denaturation)
untuk memisahkan DNA menjadi utas tunggal (single strand) pada suhu 95oC,
(2) tahap penempelan (annealing) merupakan proses penempelan primer DNA
baru pada utas tunggal yang telah terpisah dan (3) tahap pengembangan (extension)
yang merupakan proses pemanjangan utas DNA yang baru (Baker & Birt 2000).
Metode PCR sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipat gandakan
satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen
berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Selain itu dengan menggunakan
metode PCR, dapat diperoleh pelipat gandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5 X
10-19 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220
menit (Mullis & Fallona 1989).
Keunggulan
lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
komponen dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan
hanya sekitar 5 μg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1mM dan
reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 μl. DNA cetakan yang digunakan
juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan
untuk melipat gandakan sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan
kultur bakteri di dalam tabung PCR (Yuwono 2006).
Sekuens
primer DNA merupakan faktor kunci yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu
PCR, karena primer ini sebagai awal dimulainya proses amplifikasi DNA. Jika
primer langsung menempel pada susunan basa nukleotida pada sekuens DNA, maka
proses berikutnya akan mudah bekerja dengan baik. umumnya suatu primer DNA
memiliki panjang antara 20-24 pasangan basa (basepairs), baik primer
yang berukuran panjang atau pendek keduanya umum digunakan dalam proses PCR (Baker &
Birt 2000). Primer DNA yang digunakan sebaiknya memiliki kesamaan sekuens atau
spesifik dengan target template DNA.
No comments:
Post a Comment