Friday, February 27, 2015

Sekilas Tentang Sex Reversal



Sex reversal merupakan suatu teknik pengarahan deferensiasi kelamin untuk mengubah jenis kelamin secara buatan dari jenis kelamin jantan secara genetik menjadi berjenis kelamin betina fenotipe atau sebaliknya. Teknik ini secara buatan dimungkinkan karena pada awal perkembangan embrio atau larva belum terjadi deferensiasi kelamin. Terdapat dua cara untuk mengubah kelamin dalam suatu populasi ikan yaitu manipulasi lingkungan dan rangsangan hormonal.

Secara genetik, jenis kelamin suatu individu sudah ditetapkan pada saat pembuahan. Akan tetapi pada masa embrio, jaringan bakal gonad masih berada dalam masa indifferent. Pada suatu jaringan bakal jantan atau betina sebenarnya struktur jantan dan betina sudah ada dan tinggal menunggu proses diferensiasi dan penekanan ke arah aspek-aspek jantan dan betina (Matty 1985). Menurut Carman et al. (1998), pada saat awal pertumbuhan zigot hingga larva, pembentukan jenis kelaminnya masih labil. Hal ini diduga karena fungsi kromosom kelamin dalam menentukan jenis kelamin masih belum aktif.

Piferrer (2001) menyatakan bahwa diferensiasi kelamin meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan gonad, yang meliputi perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi testis atau ovari. Selanjutnya dikatakan bahwa diferensiasi kelamin pada ikan dapat melalui dua jalan yang berbeda. Jalan pertama gonad secara langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, sedangkan jalan yang kedua ikan akan berdiferensiasi menjadi ovari kemudian berubah menjadi testis.

Menurut Pandian & Sheela (1995), masa diferensiasi seks ikan sangat beragam bergantung kepada spesies. Diferensiasi seks pada golongan Ochlids dan Cyprinodontids berlangsung antara 10-30 hari setelah penetasan, sedangkan pada golongan Anabamids antara 3-40 hari. Selanjutnya Nagy et al. (1981), menjelaskan bahwa diferensiasi kelamin pada ikan mas (Cyprinus carpio) terjadi pada 8-98 hari setelah penetasan. Menurut Piferrer (2001) beragamnya diferensiasi seks ini sangat bergantung pada kondisi periode labil masing-masing spesies ikan, karena efektivitas perlakuan hormon steroid, sangat ditentukan oleh kondisi labil dari spesies ikan masing-masing. Pandian & Sheela (1995), juga menerangkan bahwa pada beberapa spesies ikan diferensiasi seks dapat dimulai dari embrio, setelah penetasan (larva), juvenil, bahkan dewasa.

Menurut Malecha et al. (1992), diduga jaringan gonad udang galah (Macrobrachium rosenbergii) yang belum terdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur seperti pada vertebrata. Selanjutnya dikatakan bahwa determinasi gen jantan Macrobrachium rosenbergii tidak berfungsi dengan baik selama periode larva ke pasca larva, tetapi akan muncul kemudian pada awal perkembangan juvenil. Menurut Hunter & Donaldson (1983), interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian hormon, terutama pada saat gonad dalam keadaan labil. Hal ini berhubungan dengan fungsi hormon steroid yang bekerja sebagai perangsang terjadinya diferensiasi.

Perkembangan morfologi seks sekunder pada udang windu hampir lengkap (sempurna) pada panjang karapas 10.8 mm untuk yang jantan, sedangkan pada betina terjadi pada saat panjang karapasnya 11.3 mm. Dengan demikian maka seks sekunder diperkirakan terjadi pada panjang total 24.8-25.9 mm (Motoh 1981).

Menurut Malecha et al. (1992), perubahan fungsi seks pada udang galah betina dengan morfologi seks sekunder yang mendekati lengkap terjadi pada panjang karapas antara 6.5-7.5 mm atau mendekati umur 30 hari setelah pasca larva. Selanjutnya dikatakan, bahwa implantasi jaringan kelenjar androgenik di bawah ukuran panjang karapas 7.5 mm pada juvenil udang galah betina telah menyebabkan perkembangan testis dengan menekan secara keseluruhan sifat-sifat betina dan menunjukkan perkembangan yang lengkap dengan karakteristik seks sekunder jantan yang normal. Sedangkan pada implantasi jaringan androgenik di atas ukuran ini secara fenotipe tidak terjadi perubahan kelamin walaupun tingkah laku dan seks sekundernya jantan dengan sifat yang kelihatan normal, tetapi pada saluran reproduksi internalnya rusak dan infertil. Namun menurut Mantel & Dudgeon (2005), perubahan fungsi kelamin udang galah dengan morfologi kelamin sekunder mendekati lengkap terjadi saat panjang karapas 15 mm-17 mm.

Aplikasi yang sering digunakan adalah rangsangan hormonal karena cara ini cepat, tepat, praktis dan biasanya dilakukan dengan metode penyuntikan (Mirza & Selton 1988), pemberian secara oral lewat pakan (Hepher & Pruginin 1981), dan melalui perendaman (Hunter & Donaldson 1983). Sex reversal banyak dilakukan secara oral lewat pakan dan perendaman dengan pemberian hormon sintetik seperti 17α-metilterstosteron (MT), 17α-etiniltestosteron (ET), 17β-eatradiol (E), Dietilstilbestrol (DES), dan Trebolon acetate (TBA) dan obat-obatan farmasi seperti aromatase inhibitor (AI), fadrozole (FAD), dan tributyltin (TBT) (Kuhl dan Brouwer 2005).

Keberhasilan penggunaan hormon untuk proses pengarahan diferensiasi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis hormon, dosis yang digunakan, cara dan lama penggunaan, jenis dan umur spesies, serta faktor lingkungan terutama suhu air media (Hunter dan Donaldson 1983).

No comments:

Post a Comment