Sex reversal merupakan suatu teknik pengarahan deferensiasi kelamin untuk
mengubah jenis kelamin secara buatan dari jenis kelamin jantan secara genetik
menjadi berjenis kelamin betina fenotipe atau sebaliknya. Teknik ini secara
buatan dimungkinkan karena pada awal perkembangan embrio atau larva belum
terjadi deferensiasi kelamin. Terdapat dua cara untuk mengubah kelamin dalam
suatu populasi ikan yaitu manipulasi lingkungan dan rangsangan hormonal.
Secara genetik, jenis kelamin suatu individu sudah
ditetapkan pada saat pembuahan. Akan tetapi pada masa embrio, jaringan bakal
gonad masih berada dalam masa indifferent. Pada suatu jaringan bakal
jantan atau betina sebenarnya struktur jantan dan betina sudah ada dan tinggal
menunggu proses diferensiasi dan penekanan ke arah aspek-aspek jantan dan
betina (Matty 1985). Menurut Carman et
al. (1998), pada saat awal pertumbuhan zigot hingga larva, pembentukan
jenis kelaminnya masih labil. Hal ini diduga karena fungsi kromosom kelamin
dalam menentukan jenis kelamin masih belum aktif.
Piferrer (2001) menyatakan bahwa diferensiasi kelamin
meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan keberadaan gonad, yang
meliputi perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan
diferensiasi gonad menjadi testis atau ovari. Selanjutnya dikatakan bahwa
diferensiasi kelamin pada ikan dapat melalui dua jalan yang berbeda. Jalan
pertama gonad secara langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis,
sedangkan jalan yang kedua ikan akan berdiferensiasi menjadi ovari kemudian
berubah menjadi testis.
Menurut Pandian & Sheela (1995), masa diferensiasi seks
ikan sangat beragam bergantung kepada spesies. Diferensiasi seks pada golongan Ochlids
dan Cyprinodontids berlangsung antara 10-30 hari setelah penetasan,
sedangkan pada golongan Anabamids antara 3-40 hari. Selanjutnya Nagy et al. (1981), menjelaskan bahwa
diferensiasi kelamin pada ikan mas (Cyprinus carpio) terjadi pada 8-98
hari setelah penetasan. Menurut Piferrer (2001) beragamnya diferensiasi seks
ini sangat bergantung pada kondisi periode labil masing-masing spesies ikan,
karena efektivitas perlakuan hormon steroid, sangat ditentukan oleh kondisi
labil dari spesies ikan masing-masing. Pandian & Sheela (1995), juga
menerangkan bahwa pada beberapa spesies ikan diferensiasi seks dapat dimulai
dari embrio, setelah penetasan (larva), juvenil, bahkan dewasa.
Menurut Malecha et
al. (1992), diduga jaringan gonad udang galah (Macrobrachium
rosenbergii) yang belum terdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek,
tetapi perkembangannya akan meningkat sejalan dengan umur seperti pada
vertebrata. Selanjutnya dikatakan bahwa determinasi gen jantan Macrobrachium rosenbergii tidak
berfungsi dengan baik selama periode larva ke pasca larva, tetapi akan muncul
kemudian pada awal perkembangan juvenil. Menurut Hunter & Donaldson (1983),
interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pemberian hormon, terutama pada saat gonad dalam keadaan labil. Hal ini
berhubungan dengan fungsi hormon steroid yang bekerja sebagai perangsang
terjadinya diferensiasi.
Perkembangan morfologi seks sekunder pada udang windu hampir
lengkap (sempurna) pada panjang karapas 10.8 mm untuk yang jantan, sedangkan
pada betina terjadi pada saat panjang karapasnya 11.3 mm. Dengan demikian maka
seks sekunder diperkirakan terjadi pada panjang total 24.8-25.9 mm (Motoh
1981).
Menurut Malecha et
al. (1992), perubahan fungsi seks pada udang galah betina dengan
morfologi seks sekunder yang mendekati lengkap terjadi pada panjang karapas
antara 6.5-7.5 mm atau mendekati umur 30 hari setelah pasca larva. Selanjutnya
dikatakan, bahwa implantasi jaringan kelenjar androgenik di bawah ukuran
panjang karapas 7.5 mm pada juvenil udang galah betina telah menyebabkan
perkembangan testis dengan menekan secara keseluruhan sifat-sifat betina dan
menunjukkan perkembangan yang lengkap dengan karakteristik seks sekunder jantan
yang normal. Sedangkan pada implantasi jaringan androgenik di atas ukuran ini
secara fenotipe tidak terjadi perubahan kelamin walaupun tingkah laku dan seks
sekundernya jantan dengan sifat yang kelihatan normal, tetapi pada saluran
reproduksi internalnya rusak dan infertil. Namun menurut Mantel & Dudgeon
(2005), perubahan fungsi kelamin udang galah dengan morfologi kelamin sekunder
mendekati lengkap terjadi saat panjang karapas 15 mm-17 mm.
Aplikasi yang sering digunakan adalah rangsangan hormonal
karena cara ini cepat, tepat, praktis dan biasanya dilakukan dengan metode
penyuntikan (Mirza & Selton 1988), pemberian secara oral lewat pakan (Hepher
& Pruginin 1981), dan melalui perendaman (Hunter & Donaldson 1983). Sex reversal banyak
dilakukan secara oral lewat pakan dan perendaman dengan pemberian hormon
sintetik seperti 17α-metilterstosteron
(MT), 17α-etiniltestosteron (ET), 17β-eatradiol (E), Dietilstilbestrol (DES), dan Trebolon acetate
(TBA) dan obat-obatan farmasi seperti
aromatase inhibitor (AI), fadrozole (FAD), dan tributyltin (TBT) (Kuhl dan
Brouwer 2005).
Keberhasilan penggunaan hormon untuk proses pengarahan
diferensiasi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis hormon, dosis yang
digunakan, cara dan lama penggunaan, jenis dan umur spesies, serta faktor
lingkungan terutama suhu air media (Hunter dan Donaldson 1983).