Bentuk
dan jenis kapal ikan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan tujuan
usaha penangkapan, spesies target dalam usaha penangkapan dan kondisi perairan.
Oleh karena itu, klasifikasi kapal ikan juga berbeda-beda baik menurut alat
penggerak kapal, ukuran kapal, fungsi kapal, kelompok tipe penggunaan alat
tangkap, maupun menurut besarnya skala usaha perikanan.
DJPT
(2004) mengklasifikasikan perahu atau kapal penangkap ikan di Indonesia secara
umum adalah sebagai berikut:
(1)
Perahu tidak bermotor
Ø
Jukung
Ø
Perahu papan
·
Kecil (panjangnya kurang dari 7 m)
·
Sedang (panjangnya 7 sampai 10 m)
·
Besar (panjangnya lebih dari 10 m)
(2)
Perahu motor tempel
(3)
Kapal motor
Ø
Kurang dari 5 GT * 30 – 50 GT
Ø
5 – 10 GT * 50 – 100 GT
Ø
10 – 20 GT * 100 – 200 GT
Ø
20 – 30 GT * Lebih dari 200 GT
Soekarsono
(1995) mengklasifikasikan kapal perikanan menurut fungsinya yaitu terdiri dari
kapal tonda (troller), kapal rawai dasar (bottom long liner),
kapal rawai tuna (tuna long liner), kapal pukat cincin (purse seiner),
kapal jaring insang (gillnetter), kapal bubu (pot fishing vessel),
kapal pukat udang (shrimp trawler), kapal setnet, kapal
pengangkut ikan dan sebagainya. Andarto & Sutedjo (1993) membagi tipe kapal
ikan secara umum menjadi dua kelompok yakni, kelompok tipe kapal ikan yang
menggunakan alat penangkap pancing dan kelompok tipe kapal ikan yang
menggunakan alat tangkap jaring.
FAO
(1996) mengklasifikasikan perikanan yang selektif bagi beberapa negara,
menggolongkan perikanan di Indonesia pada dua kategori yaitu: (1) perikanan
skala kecil; menggunakan mesin luar < 10 HP atau < 5 GT dengan daerah
operasi jalur 1 (4 mil) dari garis pantai, dan yang menggunakan mesin luar <
50 HP atau < 25 GT dengan daerah operasi jalur 2 (4 mil – 8 mil), dan (2)
perikanan skala besar yang merupakan perikanan industri; menggunakan mesin
dalam < 200 HP atau 100 GT dengan daerah operasi jalur 3 dan 4 (8 mil – 12
mil dan atau > 12 mil).
No comments:
Post a Comment