Wednesday, October 29, 2014

Karakteristik Kapal Perikanan

Kapal ikan sebagai suatu bangunan yang dimanfaatkan dalam hubungannya dengan aktivitas penangkapan ikan di laut (perikanan) dan memiliki desain konstruksi yang berbeda dengan kapal lainnya (kapasitas muat, ukuran, model dek, akomodasi, mesin dan komponen lain) disesuaikan dengan fungsi pengoperasian (Fyson 1985).

Pengertian kapal yang disebutkan Iskandar dan Novita (1997) yang diacu oleh Nanda (2004) adalah suatu bentuk bangunan yang dapat terapung dan berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk melakukan aktivitas dan merupakan sarana transportasi. Aktivitas yang dilakukan oleh sebuah kapal ikan akan sangat berbeda dengan kapal-kapal lainnya. Fungsi atau peruntukan sebuah kapal ikan akan menunjukkan perbedaan dalam mendesain konstruksi kapal tersebut. Komponen pelengkap suatu kapal ikan juga akan berbeda. Sebuah kapal ikan dirancang dengan melihat jangkauan daerah operasinya, jenis ikan yang akan ditangkap dan tingkah laku ikan target serta ukuran alat tangkap yang digunakan.

Ayodhyoa (1972) mengemukakan bahwa pada kapal ikan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan. Dengan demikian ada keistimewaan kapal ikan antara lain; kecepatan, maneuverability, seaworthiness, navigable area, mesin penggerak, fasilitas penyimpanan dan alat penangkap ikan. Selanjutnya, Nomura & Yamazaki (1975); Fyson (1985) menegaskan bahwa sebuah kapal ikan harus memiliki kapasitas muat yang memadai dan kapasitas yang cukup diantaranya fasilitas penyimpanan (palka), ruangan pendingin, pembekuan dan penyimpan es. Komponen inilah yang membedakan kapal ikan dengan kapal lainnya dan komponen ini pula yang akan menentukan dan berpengaruh terhadap suatu desain konstruksi kapal ikan.

Semua kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan Laut, baik itu kapal barang, kapal ikan, kapal penumpang, dan lain-lain. Persyaratan yang telah ditetapkan bagi setiap kapal yang beroperasi sesuai dengan kegiatannya masing-masing digambarkan dengan model/desain kapal sesuai kebutuhan. Ada beberapa persyaratan yang harus ditaati oleh kapal ikan yang walaupun penggunaannya tidak sama dengan kapal lainnya, seperti; kemampuan berlayar yang cukup aman dalam kondisi apapun, memiliki bentuk yang memberikan gambaran kestabilan dan daya apung yang cukup efisien, hal ini dapat dilihat dari ukuran, tenaga, biaya, produk dan tujuan penggunaan. Persyaratan ini semuanya harus dipenuhi sebelum desain dasar ditentukan, guna perencanaan kapal yang layak untuk melaut (Brown 1957).

Beberapa persyaratan minimal yang harus dimiliki kapal ikan untuk melakukan aktivitas penangkapan, yaitu: kekuatan struktur badan kapal, menunjang keberhasilan operasi penangkapan, stabilitas yang tinggi, serta fasilitas penyimpanan hasil tangkapan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa kapal ikan memiliki beberapa keistimewaan tersendiri yang berbeda dengan jenis kapal lainnya, yakni (Nomura dan Yamazaki 1977):
1) Kemampuan olah gerak kapal
Kemampuan olah gerak kapal ini sangat dibutuhkan bagi kapal ikan pada saat pengoperasian alat tangkap sangat diperlukan kemampuan steerability yang baik, daya dorong mesin (propulsion engine) guna mempermudah gerak maju mundurnya kapal dan radius putaran (turning circle) yang kecil.

2) Kelaiklautan
Laik (layak) sangat diperlukan bagi setiap kapal ikan untuk beroperasi dalam menahan dan melawan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, seperti kekuatan gelombang dan angin yang kadang-kadang datang secara tiba-tiba dengan tujuan dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan, hal ini dibutuhkan stabilitas yang laik dan daya apung yang cukup.

3) Kecepatan kapal
Dibutuhkan dalam kegiatan pengoperasian yakni dalam melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar (kecepatan waktu), waktu penangkapan dan waktu penanganan.

4) Konstruksi kaso atau badan kapal yang kuat
Konstruksi yang baik dan kuat diperlukan dan merupakan hal yang sangat sensitif dalam menghadapi kondisi alam yang selalu berubah-ubah tanpa kompromi, dan terhadap getaran mesin yang bekerja selama beroperasi.

5) Lingkup area pelayaran
Luas area kapal ikan sangat ditentukan oleh jarak daerah penangkapan yang akan dijelajah. Jangkauan daerah penangkapan ini ditentukan oleh migrasi ikan berdasarkan musim dan habitatnya (sesuai tingkah laku ikan) dari setiap kelompok spesies ikan.

6) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
Sarana ini sangat diperlukan dalam menyimpan dan mengolah ikan, bagi kapal yang melakukan processing secara langsung di laut, baik ruang pendingin, ruang pembekuan, ruangan pembuat dan penyimpan es bahkan ruangan pengepakan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari terjadinya ketidak higienisnya produk dan menjaga sanitasi terhadap produk dari bakteri (terkontaminasi oleh bahan-bahan luar yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk).

7) Daya dorong mesin
Kemampuan daya dorong mesin akan ditentukan sesuai dengan ukuran kapal yang digunakan dan jangkauan operasi serta alat tangkap yang digunakan. Sebab kemampuan daya dorong mesin dengan volume mesin serta getaran yang dibutuhkan harus seimbang, seperti daya dorong yang besar maka volume mesin dan getarannya harus sekecil mungkin. Mesin yang dibutuhkan harus dilengkapi dengan alat bantu penangkapan demi kelancaran operasi penangkapan.

8) Mesin-mesin bantu penangkapan
Umumnya kapal ikan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu penangkapan seperti: winch, power block, line hauler, dan sebagainya. Untuk ukuran kapal ikan tertentu harus didesain dengan konstruksi yang dapat menyediakan tempat yang sesuai untuk mesin-mesin tersebut.

Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain kapal ikan adalah tujuan penangkapan ikan, alat dan metode penangkapan, kelaiklautan dan keselamatan awak kapal, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal, pemilihan material yang tepat untuk konstruksi, penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan, dan faktor-faktor ekonomis. Selanjutnya dikatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan, desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana umum pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar rencana konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile and plane).

Rencana garis merupakan gambar rencana garis kapal pada setiap garis air dan ordinat yang tertuang dalam tiga buah gambar, yaitu gambar irisan melintang kapal tampak samping (profile plan), tampak atas (half breadth plan) dan tampak depan (body plan). Rancangan umum kapal biasanya dipertimbangkan dari suatu perencanaan yang terdiri dari tujuan, proses penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. Gambar rancangan umum merupakan suatu gambar teknik yang menyajikan secara umum kelengkapan ruang kapal dari sudut pandang atas dan samping (Gillmer dan Johnson 1982).

Rencana garis (lines plan) diperlukan untuk menentukan bentuk badan kapal yang akan memberikan kinerja (performance) maupun stabilitas kapal. Bentuk badan kapal bergantung pada beberapa parameter bentuk yang terdiri dari ukuran utama, perbandingan ukuran utama, dan koefisien bentuk kapal, sebagaimana ditetapkan FAO (1996). Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi/dalam kapal (D), dan sarat air kapal (d). Kesesuaian ratio ukuran utama sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan. Menurut Fyson (1985) bahwa rasio antara panjang dan lebar (L/B) berpengaruh terhadap resistensi kapal, rasio antara panjang dan dalam (L/D) berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, dan rasio antara lebar dan dalam (B/D) berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Berikut ini, FAO (1996) memberikan beberapa parameter bentuk dengan nilai-nilai rasio yang ideal untuk jenis kapal penangkap ikan, antara lain :

(1) Rasio perbandingan antara panjang dan lebar (L/B) 3,10 - 4,30
(2) Rasio perbandingan antara lebar dengan sarat air (B/T) 2,00 - 3,20
(3) Koefisien Midship (CM) 0,50 - 0,80
(4) Koefisien Prismatic (CP) 0,55 - 0,65
(5) Letak titik tekan (LCB%) - 6,00 - 1,00
(6) Half angle of entrance of load water line (½ α) 15,0 - 34,0
(7) Trim. - 0,04 - 0,13

Secara umum perancang (designer) kapal penangkap ikan dapat menentukan atau memilih nilai rasio dari parameter bentuk yang sesuai dengan jenis kapal yang direncanakan. Menurut Ayodhyoa (1972) bahwa jika nilai L/B mengecil maka akan berpengaruh negatif terhadap kecepatan kapal; nilai L/D membesar maka akan berpengaruh negatif terhadap kekuatan memanjang kapal; dan jika B/D membesar maka akan berpengaruh negatif terhadap propulsive ability kapal tetapi berpengaruh positif terhadap stabilitas kapal.

Tuesday, October 21, 2014

Variasi Pola Makan Karang

Pola makan karang secara umum dapat dibagi dalam 5 kategori: (1) Sebagian besar makanan (30-90%) berasal dari zooxanthellae hasil fotosintesis. (2) Kegiatan pola makan lainnya adalah predasi, yang menyediakan, rata-rata, 10-40% dari keseluruhan biomassa makanan. Hasil predasi ini, 100% habis digunakan untuk mengganti metabolisme pada siang hari, (3) Memakan partikel atau memfiltrasi sedimen. semua karang scleractinia mampu makan partikel, caranya memfilter dari air seperti bakteri, fitoplankton, sisa-sisa hewan dan tanaman, detritus, dan bahkan beberapa suspensi netral seperti grafit atau noda, (4) Memakan zat-zat organik terlarut dengan cara osmotik, (5) Memakan zooxanthellae. kondisi ini biasa terjadi jika penentrasi cahaya rendah. Jumlah sel yang dimakan sama dengan jumlah sel yang baru membelah. Ini merupakan bentuk adaptasi. Proses ini berlangsung di gastrodermis (Titlyanov dan Titlyanova 2002).

Respon Kortisol Zebra Fish (Danio rerio) Untuk Penanganan Stres Akut




Pada sistem budidaya, zebrafish/ikan zebra (Danio rerio) merupakan ikan hias yang sering ditangani dan menjadi percobaan di laboratorium, tetapi hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai respon fisologisnya, seperti stress. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui respon cortisol dari ikan zebra dewasa untuk penanganan stress akut.  Juga untuk mengetahui bagaimana reaksi ikan zebra untuk stress akut. Ikan zebra yang diamati adalah ikan zebra dewasa. Pengamatan dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode 24 jam dan 1 jam. Ikan yang digunakan untuk metode 24 jam berjumlah 260 ekor (umur 7 bulan), untuk metode 1 jam berjumlah 200 ekor (umur 13 bulan), dan untuk pengamatan umur ikan digunakan 120 ikan (umur 3, 7, 13 dan 19 bulan).

Untuk metode 24 dan 1 jam ikan diletakkan di masing-masing bak treatment.  Untuk kedua perlakuan, masing-masing ikan dimasukkan ke bak yang berisi jaring dan ikan akan tersuspensi ke dalam jaring. Semua ikan perlakuan di dalam jaring disimultan, disuspensi di udara selama 3 menit. Ketika ikan stress, ikan dikembalikan ke bak dan dibiarkan berenang.


Gambar 1. Bagan waktu jaring stress
 

Pada metode 24 jam, ikan di sampling pada menit ke 9, 39, 69 dan 3, 8, 12, 24 jam post net stress (PNS).  Sedangkan bak kontrol untuk mengetahui tidak ada stress yang disebabkan oleh perlakuan sampling juga dilakukan pada menit ke 9, 39, 69 dan 3, 8, 12, 24 jam post net stress (PNS). Untuk metode 1 jam, sampling dilakukan pada menit ke 3, 6, 9, 15, 22, 30 dan 60 PNS.  Untuk control dilakukan pada menit ke 0, 15 dan 60.  Pada kedua metode ini digunakan 2 kali ulangan.

Ikan yang digunakan untuk mengetahui level kortisol berdasarkan umur, ikan yang digunakan berumur 3, 7, 13 dan 19 bulan. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan di bawah kondisi yang sama, setelah 2 minggu ikan disampling untuk mengetahui level kortisolnya.

Hasil yang didapatkan selama pengamatan adalah tidak ada kematian ikan selama percobaan. Perbandingan nilai kortisol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara metode 24 dan 1 jam. Pada pengamatan umur, ada perbedaan yang signifikan antara ulangan di perlakuan yang sama. Level kortisol dari ikan zebra meningkat dengan cepat dan kembali seperti semula juga dengan cukup cepat, sekitar 1 jam. Ini menjelaskan kemampuan dari ikan zebra untuk bertahan dari stres tanpa ada kematian yang signifikan.

Pada metode 24 jam kortisol meningkat tajam pada menit ke 9 jika dibandingkan dengan kontrol, sementara pada menit ke 39 dan jam ke 3, 12 serta 24 kortisol meningkat tetapi tidak jauh jika dibandingkan dengan kontrol.  Nilai kortisol selama perlakuan signifikan dibandingkan dengan kontrol selama interval waktu kecuali pada menit ke 60.



Gambar 2. Level kortisol pada metode 24 dan 1 jam



Ikan zebra menunjukkan peningkatan kortisol yang linier di sepanjang waktu. Davis & Small (2006), menunjukkan peningkatan linier yang serupa pada nilai plasma kortisol antara ikan sunshine bass, Morone chrysops × M. saxatilis, yang diberi perlakuan stress air, nilai plasma kortisol mencapai puncak pada menit 20 sampai 30 setelah stress.

Level kortisol kembali seperti kontrol setelah 1 jam perlakuan stress.  Potinger & Calder (1995), menyatakan kortikosteroid dari ikan zebra dewasa pulih ke nilai awal setelah 1 jam dari transportasi. Ikan zebra hanya sedikit sensitif terhadap perubahan lingkungan dan pulih relative cepat dari stress selama transportasi dibandingkan dengan ikan salmon.

Pada pengamatan umur ikan dengan perlakuan yang sama nilai-nilai kortisol tidak disatukan karena nilainya berbeda signifikan antara bak ulangan yang berisi ikan berumur 3 dan 13 bulan, walaupun tidak ada perbedaan antara ulangan di bak yang berisi ikan berumur 7 dan 19 bulan.
 


Gambar 3. Nilai kortisol dari tiga ulangan yang mempunyai umur berbeda




Ikan zebra merespon dan pulih dengan cepat dari perlakuan stres selama percobaan. Peningkatan frekuensi dan durasi dari penanganan mengubah dinamika respon kortisol dan menyebabkan waktu pemulihan lebih lama.  Reproduksi dan penyakit menyebabkan level kortisol lama untuk pulih.  Selain itu umur juga merupakan faktor yang penting dari dinamika respon kortisol dari spesies ikan zebra.