Wednesday, December 24, 2014

Siklus Hidup Kijing (Anodonta woodiana)

Pada kijing (Anodonta woodiana), sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma akan menetas menjadi glokidia. Glokidia ini akan keluar dari induknya dengan cara meninggalkan insang melalui rongga suprabrankial dan sifon inhalant. Glokidia ini selanjutnya akan jatuh ke dasar perairan atau terbawa arus air. Bila ada ikan berenang dekat dasar perairan, maka glokidia akan menempelkan kaitnya pada sirip ikan atau bagian permukaan tubuh ikan. Tiap jenis kijing muda mempunyai satu atau beberapa jenis ikan sebagai induk semangnya. Menurut Rheichard et al. (2006), ikan kelompok Cyprinidae merupakan inang yang baik bagi A. woodiana karena memiliki hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Glokidia kijing membutuhkan inang sebagai tempat menempel untuk pertumbuhannya, sedangkan ikan menggunakan glokidia sebagai foster parents (orangtua asuh) yang membantu perkembangan embrio mereka.

Penempelan glokidia menimbulkan reaksi inang dengan tumbuhnya jaringan sekitar parasit dan membentuk siste (cyst) (Suwignyo et al. 2005). Larva glokidia di dalam siste hidup sebagai parasit, dengan mantelnya yang berisi phagocyte memakan jaringan tubuh inang untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis Unionidae memiliki sifat parasit spesifik terhadap satu macam ikan inang (Smith 2001). Selama periode parasit antara 10 sampai 30 hari terjadi metamorfosa menjadi anak kijing. Akhirnya anak kijing keluar dari siste, jatuh ke dasar perairan dan hidup di dasar perairan berlumpur dan berkembang menjadi dewasa. Pendapat ini berbeda dari hasil penelitian Reichard et al. (2006) tersebut di atas. Oleh karena itu, interaksi antara glokidia kijing dan inangnya selain bersifat simbiosis mutualisme juga dapat bersifat parasitisme. Glokidia melekat pada insang ikan inang dan encyst, yaitu glokidia dalam filamen insang ikan. Kira-kira 3 minggu glokidia-glokidia tersebut jatuh dari insang dan menetap di dasar dan berubah menjadi juvenil. Juvenil tersebut panjangnya mendekati 0.75 mm.

Thursday, December 18, 2014

Sekilas Mengenai Reproduksi Kijing (Anodonta woodiana)


Unionidae umumnya dioecious, mempunyai sepasang gonad yang terletak berdampingan dengan usus. Beberapa diantaranya termasuk kijing yang berkelamin ganda, tetapi tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri (hermaprodit sinkroni) (Suwignyo et al. 2005). Saat masih muda, jenis kelamin kijing dapat dibedakan berdasarkan ukuran cangkangnya. Ukuran cangkang betina lebih tebal daripada jantannya. Namun pada saat kijing mencapai usia dewasa maka dapat dibedakan dengan cara melihat gonadnya, yaitu berwarna merah (berisi telur) pada betina dan putih (berisi sperma) pada jantannya. Kijing famili ini tidak mengalami kopulasi karena fertilisasi bersifat eksternal. Kijing betina matang gonad setelah berumur 6 bulan (Hakim 2007). Kijing betina yang dalam kondisi stadium matang gonad akan mengeluarkan telurnya ke dalam lembaran insang. Pada subkelas lamellibranchia, gonoduct bermuara dalam rongga suprabrankial. Kemudian kijing jantan yang berada di dekatnya akan melepaskan sperma. Pembuahan terjadi dalam ruang suprabrankial. Sperma dibawa aliran air masuk melalui sifon inhalant dan bersatu dengan sel telur.

Di daerah tropis, temperatur air tidak terlalu berpengaruh pada gametogenesis, terutama aktivitas spermatogenesis pada kijing jantan. Aktivitas gametogenesis dapat berlangsung sepanjang tahun. Menurut Suwignyo et al. (2005), A. woodiana mudah dikembangbiakkan. Kijing ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi karena dapat berkembang biak lebih dari sekali dalam setahun. A. woodiana di Taiwan hanya memijah pada musim panas, namun di Indonesia jenis ini memijah setiap saat sepanjang tahun dan tiap pemijahan mampu menghasilkan telur 317 287– 371 779 butir (Rahayu et al. 2009). Viabilitas telur hingga dibuahi menjadi glokidia relatif tinggi, yaitu dapat mencapai 90%. Hal ini disebabkan karena pembuahan terjadi di dalam insang kijing betina, sehingga aman dari gangguan yang berasal dari lingkungannya.

Saturday, December 6, 2014

Mengenal Kijing (Anodonta woodiana)

Kijing (Anodonta woodiana) famili Unionidae adalah moluska bivalvia akuatik yang dikenal sebagai kijing air tawar. Famili ini tersebar di seluruh benua dan terdapat paling beragam di Amerika Utara. Terdapat 18 genera di dalam famili Unionidae, diantaranya adalah genus Anodonta. Beberapa spesies yang termasuk di dalam genus Anodonta adalah A. calypigos, A. complinata, A. grandis, A. suborbiculata, A. imbecilis, A. cygnea, A. anatina, A. californiensis dan A. woodiana.

Di Indonesia, A. woodiana merupakan alien spesies dari Taiwan sejak tahun 1971 dan sudah lama dikenal penduduk serta memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang besar (Hamidah 2006). A. woodiana merupakan salah satu sumber protein hewani, dengan kandungan nutrisi yang baik tercantum pada Tabel 1 (Hartono 2007). Bagian tubuh kijing ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan obat penyakit kuning. Cangkangnya sebagai bahan industri kancing dan penghasil mutiara air tawar (Suwignyo et al. 2005). Kijing ini mempunyai peran ekologis karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena bersifat filter feeder. Menurut Komarawijaya & Arman (2007) kijing jenis ini mampu menyerap kandungan total padatan tersuspensi (TSS) sebesar 62.52% dan total padatan terlarut (TDS) sebesar 37.07%.

Hasil penelitian Krolak & Zdanowski (2001) menunjukkan bahwa A. woodiana memiliki kemampuan sebagai bioakumulator sehingga dapat mengurangi kadar logam berat di Danau Konin, Polandia. Kijing yang dipelajari adalah A. woodiana yang hidup di dalam saluran pembuangan pembangkit tenaga listrik Patnow. Konsentrasi logam berat terutama Cu, Zn, Pb dan Cd di dalam tubuh kijing ini, lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di dalam waduk air tawar yang tidak terpolusi oleh debu yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik tersebut. Kandungan Cu, Zn, Pb, dan Cd di dalam tubuh A. woodiana di dalam saluran pembuangan berturut-turut 0.12 g m-3; 1.8 g m-3; 750 mg m-3, dan 1.3 mg m-3, sedangkan yang terdapat di dalam waduk air tawar yaitu: 0.9 g m-3; 0.3 g m-3; 13 mg m-3, dan 0.4 mg m-3.

Wednesday, November 19, 2014

Tuesday, November 18, 2014

Mortalitas Crustacea Pasca Ablasi Tangkai Mata (Eyestalk Ablation)



Mortalitas crustacea semakin meningkat seiring dengan derajat pemotongan tangkai mata dan temperatur. Tingkat kelangsungan hidup lobster menurun secara signifikan dengan meningkatnya temperatur (p<0,05). Rata-rata angka kematian terendah terjadi pada percobaan pertama yaitu pada suhu (20°C dan 19°C) dan kelompok kontrol (lobster yang tidak diablasi). Selanjutnya tingkat mortalitas semakin meningkat pada percobaan kedua (perlakuan peningkatan suhu) yaitu 14.8% pada 24°C sampai 25.9% pada 32°C dan mortalitas tertinggi terjadi selama minggu pertama percobaan pada 32°C (Gambar 1A dan 1B) (Hesni et al. 2010).



Gambar 1.   A : Pengaruh ablasi tangkai mata terhadap tingkat mortalitas A. leptodactylus pada  temperatur yang berbeda, B : Jumlah lobster yang mati selama penelitian



Pengaruh ablasi terhadap mortalitas juga dilaporkan oleh Hernandez et al. (2008). Kematian udang secara signifikan lebih tinggi terjadi pada unilateral ablated (35%) dan bilateral ablated (68%) dibanding udang yang tidak diablasi (2%). Hal ini diduga disebabkan oleh penurunan beberapa fungsi fisiologis yang dimediasi oleh hormon dari cedera eyestalk dan langsung dari sistem saraf (M’Boy 2014). Mortalitas berhubungan langsung dengan tingkat eyestalk ablation (EA). Mengingat stress fisiologis yang kuat yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh pengangkatan kelenjar endokrin utama, terutama jika EA dilakukan setelah 2 hari molting. EA tidak hanya menghilangkan organ kompleks ini, tapi juga menyebabkan trauma akut, merusak bagian utama sistem saraf, dan membuat kebutaan pada organism uji (Chang dan O'Connor 1988; Hernandez et al. 2008).