Wednesday, November 19, 2014

Tuesday, November 18, 2014

Mortalitas Crustacea Pasca Ablasi Tangkai Mata (Eyestalk Ablation)



Mortalitas crustacea semakin meningkat seiring dengan derajat pemotongan tangkai mata dan temperatur. Tingkat kelangsungan hidup lobster menurun secara signifikan dengan meningkatnya temperatur (p<0,05). Rata-rata angka kematian terendah terjadi pada percobaan pertama yaitu pada suhu (20°C dan 19°C) dan kelompok kontrol (lobster yang tidak diablasi). Selanjutnya tingkat mortalitas semakin meningkat pada percobaan kedua (perlakuan peningkatan suhu) yaitu 14.8% pada 24°C sampai 25.9% pada 32°C dan mortalitas tertinggi terjadi selama minggu pertama percobaan pada 32°C (Gambar 1A dan 1B) (Hesni et al. 2010).



Gambar 1.   A : Pengaruh ablasi tangkai mata terhadap tingkat mortalitas A. leptodactylus pada  temperatur yang berbeda, B : Jumlah lobster yang mati selama penelitian



Pengaruh ablasi terhadap mortalitas juga dilaporkan oleh Hernandez et al. (2008). Kematian udang secara signifikan lebih tinggi terjadi pada unilateral ablated (35%) dan bilateral ablated (68%) dibanding udang yang tidak diablasi (2%). Hal ini diduga disebabkan oleh penurunan beberapa fungsi fisiologis yang dimediasi oleh hormon dari cedera eyestalk dan langsung dari sistem saraf (M’Boy 2014). Mortalitas berhubungan langsung dengan tingkat eyestalk ablation (EA). Mengingat stress fisiologis yang kuat yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh pengangkatan kelenjar endokrin utama, terutama jika EA dilakukan setelah 2 hari molting. EA tidak hanya menghilangkan organ kompleks ini, tapi juga menyebabkan trauma akut, merusak bagian utama sistem saraf, dan membuat kebutaan pada organism uji (Chang dan O'Connor 1988; Hernandez et al. 2008).

Material Kapal Perikanan

Sifat pengoperasian kapal yang selalu berpindah-pindah dari suatu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya menyebabkan kapal ikan harus didesain dengan konstruksi yang kuat karena di samping kondisi laut, getaran mesin juga mempengaruhi kekuatan konstruksi kapal (Nomura dan Yamazaki 1977). Salah satu faktor yang mempengaruhi desain dan konstruksi kapal ikan adalah pemilihan material yang tepat (Fyson 1985). Pemilihan material kapal ikan sangat dipengaruhi oleh keahlian galangan kapal termasuk kemampuan sumberdaya manusia dan ketersediaan alat, kemudahan dalam memperoleh bahan, keuntungan teknis dari tiap material, dan biaya pembelian bahan material.

Bahan material kapal yang digunakan pada kapal-kapal perikanan diantaranya terbuat dari FRP (fiber reinforced plastic) atau yang lebih dikenal dengan fiberglass, baja, ferrocement, alumunium dan kayu. Hampir 90% bahan material yang digunakan untuk kapal perikanan terbuat dari kayu. Kelemahan kayu sebagai material kapal antara lain kurangnya kekuatan kapal dan konstruksinya berat. Semakin tinggi tingkat kekuatan kayu maka umur pakai kapal ikan tersebut akan lebih lama dan sebaliknya.

Kurangnya kekuatan tersebut dapat juga disebabkan oleh banyaknya sambungan pada konstruksi kapal. Selain itu, pemakaian material kayu sering tidak bertahan lama atau sering mengalami pergantian, mengingat sifat keawetan, kekuatan, susut muai, pelapukan atau pembusukan dan retak-retak dari bahan kayu yang sering mengakibatkan kerusakan lambung kapal terutama yang berada di bawah permukaan laut. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kayu adalah aktifitas organisme laut atau lebih dikenal dengan marine bor (M’Boy 2014). Bentuk aktifitas dari organisme ini yaitu melakukan pengeboran pada lambung kapal khususnya pada bagian yang basah sehingga kayu menjadi rapuh dan rusak. Untuk mengurangi penurunan kekuatan tersebut tentunya memerlukan perawatan yang lebih intensif yaitu dengan melakukan doking periodik. Oleh karena itu dalam pemilihan satu jenis kayu sebagai material kapal, selain memerlukan pertimbangan kualitas, jumlah dan ukuran yang dibutuhkan, juga tentang kekuatan kayu dan ketahanan terhadap pembusukan (Fyson1985).

Menurut Pasaribu (1987), aspek teknis yang perlu diperhatikan untuk memperoleh umur pakai yang lama dari kapal kayu adalah: (1) sifat fisik dan mekanis dari jenis kayu yang digunakan, (2) kelayakan desain dan metode konstruksi kapal, dan (3) pengolahan dan perawatan kapal. Haygreen dan Bowyer (1982) mengatakan bahwa sifat mekanik yang dapat dipakai untuk menilai kekuatan bahan material kapal adalah kekuatan lengkung, sifat elastik, kekuatan tekan sejajar serat, tekanan tegak lurus serat, kekuatan tarik sejajar serat, dan kekuatan geser sejajar serat.

Dengan bertambahnya usia kapal, aspek biaya perawatan kapal tidaklah tetap tetapi cenderung bertambah besar, hal ini terjadi antara lain karena ada bagian tertentu dari konstruksi bangunan kapal yang frekuensi penggantiannya menjadi lebih sering dan lebih banyak atau dengan kata lain, bertambahnya usia kapal maka semakin banyak bagian-bagian yang harus diganti. Hal ini berarti semakin tinggi biaya eksploitasi dan biaya perawatan kapal. Dengan demikian pemeliharaan atau perawatan kapal ikan dari bahan kayu merupakan salah satu permasalahan yang sering kali dialami dalam rangka kegiatan nelayan tradisional. Perawatan badan kapal kayu dilakukan setiap 6 bulan sekali, lebih sering dilakukan dibanding kapal fiberglass yakni 1,5 tahun sekali. Walaupun biayanya sedikit mahal, perawatan kapal fiberglass hasilnya lebih baik dan dapat mengurangi frekuensi perawatan. Berkurangnya frekuensi perawatan ini dapat mengakibatkan biaya awal yang dikeluarkan dalam jangka panjang menjadi lebih murah.

Pemakaian fiberglass sebagai material bangunan kapal mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) tidak berkarat dan daya serap air kecil, (2) pemeliharaan dan reparasinya sangat mudah dengan waktu yang relatif singkat, (3) tidak memerlukan pengecatan karena adanya pigmen yang dicampurkan pada bahan gelcoat dalam proses laminasi, dan (4) untuk displacement yang sama, fiberglass konstruksinya lebih ringan. Kelebihan lain dari material kapal fiberglass adalah (1) mempunyai pori-pori yang kecil sehingga kekedapan lambung dapat menjamin binatang dan tumbuhan laut tidak begitu banyak menempel pada lambung kapal, (2) mengurangi pelapukan atau pembusukan dari media air laut, (3) frekuensi pengedokan kapal dapat lebih lama dan akan memperkecil biaya pemeliharaan, dan (4) umur pakai kapal akan lebih lama. Keuntungan atau kelebihan tersebut dikarenakan material fiberglass memiliki sifat-sifat antara lain, tensile strength yang tinggi; penyerapan air rendah; tahan suhu tinggi; kestabilan ukuran baik; tidak mudah terbakar; sifat-sifat aliran listrik yang baik; tidak membusuk, menjamur, dan berkurang kualitasnya; tahan minyak, asam dan hama yang merusak; dan memiliki elongation yang tinggi pada elastic limit yield point dan break point yang sama.

Kelemahan dari material fiberglass antara lain adalah bahannya sulit diperoleh di daerah yang jauh dari kota besar, dan harganya relatif mahal. Dalam rangka membantu kegiatan modernisasi nelayan tradisional dengan menambah pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam penggunaan fiberglass sebagai bahan utama konstruksi kapal, akan dapat memperpanjang pemakaian kapal dalam usaha meningkatkan produktivitas perikanan dan taraf hidup nelayan.

Material fiberglass yang digunakan membangun kapal terdiri dari resin, serat penguat, bahan pendukung, dan lapisan inti. Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada beberapa jenis resin yang beredar dipasaran, namun jenis yang umum dipakai dan cocok untuk material bangunan kapal adalah tipe orthophthalic poliester resin (M’Boy 2014). Keunggulan resin tipe ini selain harganya lebih murah dibanding tipe lainnya, ketahanan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut, juga memiliki viskositas yang rendah sehingga memudahkan proses pembasahan serat penguat. Serat penguat (fiberglass reinforcement) merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan dan kekuatan tarik yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi.

Fungsi dari serat penguat ini adalah untuk meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan lengkung; mempertinggi kekuatan tumbuk; meningkatkan rasio kekuatan terhadap berat; dan menjaga atau mempertahankan kestabilan bentuk kapal. Serat penguat yang sering dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis electrical glass seperti, chopped strand mat, woven roving, ataupun triaxial. Bahan pendukung biasanya dipakai dalam proses pembuatan laminasi. Bahan ini terdiri dari: catalyst, accelerator, sterin, gel coat, piqmen, parafin, mold release, dan talk. Masing-masing bahan pendukung tersebut mempunyai fungsi tersendiri yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik laminasi. Lapisan inti merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk konstruksi fiberglass menjadi rigid. Beberapa lapisan inti yang dapat digunakan selain kayu/plywood, pelat baja dan pelat fiberglass antara lain, firet coremat, foamed plastic, dan honeycomb cell paper.