Proses pengolahan teripang asap (source: Nofrini 1993) |
Home » Archives for November 2014
Wednesday, November 19, 2014
Tuesday, November 18, 2014
Mortalitas Crustacea Pasca Ablasi Tangkai Mata (Eyestalk Ablation)
Mortalitas
crustacea semakin meningkat seiring dengan derajat
pemotongan tangkai mata dan temperatur. Tingkat kelangsungan hidup lobster
menurun secara signifikan dengan meningkatnya temperatur (p<0,05). Rata-rata
angka kematian terendah terjadi pada percobaan pertama yaitu pada suhu (20°C
dan 19°C) dan kelompok kontrol (lobster yang tidak diablasi). Selanjutnya
tingkat mortalitas semakin meningkat pada percobaan kedua (perlakuan
peningkatan suhu) yaitu 14.8% pada 24°C sampai 25.9% pada 32°C dan mortalitas
tertinggi terjadi selama minggu pertama percobaan pada 32°C (Gambar 1A dan 1B) (Hesni
et al. 2010).
Pengaruh
ablasi terhadap mortalitas juga dilaporkan oleh Hernandez et al. (2008). Kematian udang secara
signifikan lebih tinggi terjadi pada unilateral ablated (35%) dan bilateral
ablated (68%) dibanding udang yang tidak diablasi (2%). Hal ini diduga
disebabkan oleh penurunan beberapa fungsi fisiologis yang dimediasi oleh hormon
dari cedera eyestalk
dan langsung dari sistem saraf (M’Boy 2014). Mortalitas berhubungan langsung
dengan tingkat eyestalk ablation (EA). Mengingat stress fisiologis yang kuat
yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh pengangkatan kelenjar endokrin
utama, terutama jika EA dilakukan setelah 2 hari molting. EA tidak hanya
menghilangkan organ kompleks ini, tapi juga menyebabkan trauma akut, merusak
bagian utama sistem saraf, dan membuat kebutaan pada organism uji (Chang dan
O'Connor 1988; Hernandez et al.
2008).
Material Kapal Perikanan
Sifat
pengoperasian kapal yang selalu berpindah-pindah dari suatu daerah penangkapan
ke daerah penangkapan lainnya menyebabkan kapal ikan harus didesain dengan konstruksi
yang kuat karena di samping kondisi laut, getaran mesin juga mempengaruhi
kekuatan konstruksi kapal (Nomura dan Yamazaki 1977). Salah satu faktor yang
mempengaruhi desain dan konstruksi kapal ikan adalah pemilihan material yang
tepat (Fyson 1985). Pemilihan material kapal ikan sangat dipengaruhi oleh
keahlian galangan kapal termasuk kemampuan sumberdaya manusia dan ketersediaan
alat, kemudahan dalam memperoleh bahan, keuntungan teknis dari tiap material,
dan biaya pembelian bahan material.
Bahan
material kapal yang digunakan pada kapal-kapal perikanan
diantaranya terbuat dari FRP (fiber reinforced plastic) atau yang lebih
dikenal dengan fiberglass, baja, ferrocement, alumunium dan kayu.
Hampir 90% bahan material yang digunakan untuk kapal perikanan terbuat dari
kayu. Kelemahan kayu sebagai material kapal antara lain kurangnya kekuatan
kapal dan konstruksinya berat. Semakin tinggi tingkat kekuatan kayu maka umur
pakai kapal ikan tersebut akan lebih lama dan sebaliknya.
Kurangnya
kekuatan tersebut dapat juga disebabkan oleh banyaknya sambungan pada
konstruksi kapal. Selain itu, pemakaian material kayu sering tidak bertahan
lama atau sering mengalami pergantian, mengingat sifat keawetan, kekuatan,
susut muai, pelapukan atau pembusukan dan retak-retak dari bahan kayu yang
sering mengakibatkan kerusakan lambung kapal terutama yang berada di bawah
permukaan laut. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kayu
adalah aktifitas organisme laut atau lebih dikenal dengan marine bor (M’Boy
2014). Bentuk aktifitas dari organisme ini yaitu melakukan pengeboran pada
lambung kapal khususnya pada bagian yang basah sehingga kayu menjadi rapuh dan
rusak. Untuk mengurangi penurunan kekuatan tersebut tentunya memerlukan
perawatan yang lebih intensif yaitu dengan melakukan doking periodik. Oleh
karena itu dalam pemilihan satu jenis kayu sebagai material kapal, selain
memerlukan pertimbangan kualitas, jumlah dan ukuran yang dibutuhkan, juga
tentang kekuatan kayu dan ketahanan terhadap pembusukan (Fyson1985).
Menurut
Pasaribu (1987), aspek teknis yang perlu diperhatikan untuk memperoleh umur
pakai yang lama dari kapal kayu adalah: (1) sifat fisik dan mekanis dari jenis
kayu yang digunakan, (2) kelayakan desain dan metode konstruksi kapal, dan (3)
pengolahan dan perawatan kapal. Haygreen dan Bowyer (1982) mengatakan bahwa
sifat mekanik yang dapat dipakai untuk menilai kekuatan bahan material kapal
adalah kekuatan lengkung, sifat elastik, kekuatan tekan sejajar serat, tekanan
tegak lurus serat, kekuatan tarik sejajar serat, dan kekuatan geser sejajar
serat.
Dengan
bertambahnya usia kapal, aspek biaya perawatan kapal tidaklah tetap tetapi
cenderung bertambah besar, hal ini terjadi antara lain karena ada bagian
tertentu dari konstruksi bangunan kapal yang frekuensi penggantiannya menjadi
lebih sering dan lebih banyak atau dengan kata lain, bertambahnya usia kapal
maka semakin banyak bagian-bagian yang harus diganti. Hal ini berarti semakin
tinggi biaya eksploitasi dan biaya perawatan kapal. Dengan demikian pemeliharaan
atau perawatan kapal ikan dari bahan kayu merupakan salah satu permasalahan
yang sering kali dialami dalam rangka kegiatan nelayan tradisional. Perawatan
badan kapal kayu dilakukan setiap 6 bulan sekali, lebih sering dilakukan
dibanding kapal fiberglass yakni 1,5 tahun sekali. Walaupun biayanya
sedikit mahal, perawatan kapal fiberglass hasilnya lebih baik dan dapat
mengurangi frekuensi perawatan. Berkurangnya frekuensi perawatan ini dapat
mengakibatkan biaya awal yang dikeluarkan dalam jangka panjang menjadi lebih
murah.
Pemakaian
fiberglass sebagai material bangunan kapal mempunyai beberapa keuntungan
yaitu: (1) tidak berkarat dan daya serap air kecil, (2) pemeliharaan dan
reparasinya sangat mudah dengan waktu yang relatif singkat, (3) tidak
memerlukan pengecatan karena adanya pigmen yang dicampurkan pada bahan gelcoat
dalam proses laminasi, dan (4) untuk displacement yang sama, fiberglass
konstruksinya lebih ringan. Kelebihan lain dari material kapal fiberglass
adalah (1) mempunyai pori-pori yang kecil sehingga kekedapan lambung dapat
menjamin binatang dan tumbuhan laut tidak begitu banyak menempel pada lambung
kapal, (2) mengurangi pelapukan atau pembusukan dari media air laut, (3)
frekuensi pengedokan kapal dapat lebih lama dan akan memperkecil biaya
pemeliharaan, dan (4) umur pakai kapal akan lebih lama. Keuntungan atau
kelebihan tersebut dikarenakan material fiberglass memiliki sifat-sifat
antara lain, tensile strength yang tinggi; penyerapan air rendah; tahan
suhu tinggi; kestabilan ukuran baik; tidak mudah terbakar; sifat-sifat aliran
listrik yang baik; tidak membusuk, menjamur, dan berkurang kualitasnya; tahan
minyak, asam dan hama yang merusak; dan memiliki elongation yang tinggi
pada elastic limit yield point dan break point yang sama.
Kelemahan
dari material fiberglass antara lain adalah bahannya sulit diperoleh di
daerah yang jauh dari kota besar, dan harganya relatif mahal. Dalam rangka
membantu kegiatan modernisasi nelayan tradisional dengan menambah pengetahuan
dan keterampilan nelayan dalam penggunaan fiberglass sebagai bahan utama
konstruksi kapal, akan dapat memperpanjang pemakaian kapal dalam usaha
meningkatkan produktivitas perikanan dan taraf hidup nelayan.
Material
fiberglass yang digunakan membangun kapal terdiri dari resin, serat penguat,
bahan pendukung, dan lapisan inti. Resin merupakan material cair sebagai
pengikat serat penguat yang mempunyai kekuatan tarik serta kekakuan lebih
rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada beberapa jenis resin yang beredar
dipasaran, namun jenis yang umum dipakai dan cocok untuk material bangunan
kapal adalah tipe orthophthalic poliester resin (M’Boy 2014). Keunggulan
resin tipe ini selain harganya lebih murah dibanding tipe lainnya, ketahanan
terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut, juga memiliki viskositas
yang rendah sehingga memudahkan proses pembasahan serat penguat. Serat penguat
(fiberglass reinforcement) merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan
dan kekuatan tarik yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi.
Fungsi
dari serat penguat ini adalah untuk meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan
lengkung; mempertinggi kekuatan tumbuk; meningkatkan rasio kekuatan terhadap
berat; dan menjaga atau mempertahankan kestabilan bentuk kapal. Serat penguat
yang sering dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis electrical glass seperti,
chopped strand mat, woven roving, ataupun triaxial. Bahan
pendukung biasanya dipakai dalam proses pembuatan laminasi. Bahan ini terdiri
dari: catalyst, accelerator, sterin, gel coat, piqmen, parafin, mold
release, dan talk. Masing-masing bahan pendukung tersebut mempunyai
fungsi tersendiri yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik laminasi.
Lapisan inti merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk konstruksi fiberglass
menjadi rigid. Beberapa lapisan inti yang dapat digunakan selain
kayu/plywood, pelat baja dan pelat fiberglass antara lain, firet
coremat, foamed plastic, dan honeycomb cell paper.
Subscribe to:
Posts (Atom)