Wednesday, April 8, 2015

Pengaturan Status Kelamin pada Hewan Melalui Pendekatan Hormonal dan Gentik



Pengaturan Jenis Kelamin atau Perubahan kelamin adalah upaya yang dilakukan untuk mengubah status kelamin baik dari jantan menjadi betina ataupun sebaliknya. Pada ikan, hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan hormonal dan genetik, diduga pada udang pun dapat dilakukan pendekatan yang sama (Sumantadinata & Carman 1995). Pendekatan hormonal biasanya dilakukan dengan cara pemberian hormon steroid (kelompok androgen dan estrogen) sebelum diferensiasi terjadi. Sedangkan pendekatan genetik dilakukan melalui persilangan antar spesies/genus tertentu, jenis kelamin ikan memiliki arti penting dalam pengembangbiakannya, karena antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum individu (Yamazaki 1983).

Jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan. Kedua faktor tersebut akan bekerja secara sinergis untuk menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter. Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin yaitu kromosom seks atau gonosom yang mengandung faktor gen-gen jantan dan betina. Sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom biasa atau autosom (Kirpichnikov 1981; Yatim 1986).

Perubahan jenis kelamin dapat terjadi secara alami dan buatan. Perubahan kelamin secara alami adalah perubahan kelamin yang disebabkan oleh faktor lingkungan dengan susunan genetiknya tidak mengalami perubahan. Sedangkan perubahan kelamin buatan merupakan usaha manusia untuk mengarahkan perkembangan organ reproduksi dengan pemberian bahan yang dapat merangsang perubahan tersebut (Yatim 1986). Selanjutnya menurut Chan & Yeung (1983) perubahan kelamin buatan untuk menghasilkan individu dengan fenotipe kelamin yang tidak sama dengan kelamin genotipenya.

Perubahan jenis kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid sintesis (Yamazaki 1983; Hunter & Donaldson 1983). Hormon steroid tersebut dapat mengatur beberapa fenomena reproduksi misalnya proses diferensiasi gonad, pembentukan gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan atau tingkah laku kawin, ciri-ciri seks sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis pada musim pemijahan atau produksi feromon. Di antara fenomena tersebut diferensiasi gonad terjadi lebih dahulu kemudian diikuti oleh fenomena lain (Yamazaki 1983).